Tersembunyi di Balik Asumsi (5)

Sumber: Google

"Hei, kau ikut turun ke lapangan?" Seseorang menepuk pundak Fairish dari belakang. Ia menolak ajakan teman satu kelasnya itu dengan gelengan dan senyuman.

Demo terjadi hari ini, sesuai dengan kesepakatan kemarin sore, tapi untuk demo yang kesekian ia memilih menolak. Saat kawannya berlalu, ia kemudian bergegas melangkah melewati ruangan demi ruangan, menuju ruangan paling ujung, beberapa temannya sudah menunggu, untuk memulai rapat.

"Teman-teman demo terjadi hari ini, itu artinya waktu kita menuntaskan pekerjaan ini tidak boleh lebih dari dua minggu," ucap Fairish memulai rapat.

"Kita kekurangan dana untuk gerobak, Bang." Seorang anggota rapat menyahut.

"Dari terget, kurang berapa gerobak?" tanya Fairish.

"Dua, Bang."

"Untuk modal mereka, dananya bagaimana? Sudah sesuai target?"

"Untuk yang itu, sudah, Bang." Seseorang yang duduk di pojokan menyahut.

"Baik, untuk dana pembuatan gerobak yang belum terealisasi, biar jadi PR saya dan sekarang mulai tentukan, kapan kita akan turun ke lapangan."

Ia teringat satu celengan berbentuk ayam, pemberian  maknya sebelum berangkat ke tanah rantau, mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk memecahnya dan mencoba mengesampingkan keinginan. Alangkah egois jika ia masih memikirkan sebuah sepeda motor baru, sementara banyak orang di luaran sana membutuhkan uang itu untuk menyambung nyawa.

Setiap kali selesai rapat, ia akan berdiam diri di dalam ruangan dan menumpahkan tangisnya, karena mengingat kembali nasibnya puluhan tahun yang lalu. Hari ini tangisnya menjadi lagi saat mendengar kabar demo. Di tempat itu kemungkinan ada banyak Fairish kecil yang takut tidak bisa makan esok hari dan takut tidak bisa melanjutkan sekolah, melihat hal ini terjadi, Fairish tidak bisa diam saja.

Pertambahan usia membuatnya mulai merubah konsep yang ada dalam kepalanya puluhan tahun silam, karena nyatanya ucapan ibu gurunya dulu benar, bahwa pendemo itu tidak jahat, karena menjalankan itu semua dengan membawa niat baik: Demi kebersihan negeri ini. Tapi, baginya tidak sepenuhnya salah pabrik, nyatanya banyak orang bisa bertahan hidup setelah bekerja di tempat itu, pengangguran berkurang dan yang paling menyesakkan menurutnya, dengan adanya pabrik, pemulung bisa makan setiap hari dan anaknya bisa mewujudkan mimpi.

Kejadian serupa terjadi hari ini dan ia sudah menyiapkan jauh-jauh hari dengan mencoba mencari dana bersama timnya untuk membuat gerobak dan memberi modal pemulung-pemulung yang terdampak dari tutupnya pabrik, ia rela menyisihkan separuh uang jajan setiap hari untuk ditabung, demi mewujudkan keinginan yang satu ini.

***
"Hey, happy graduation" Seseorang menepuk pundak Fairish, lelaki itu menoleh, sesaat kemudian menitikkan air mata. Seseorang itu adalah pendemo yang menggendong ransel puluhan tahun yang lalu dan sempat menjadi sasaran kemarahan Fairish.

"Terima kasih, Bang Adit. Berkat Abang aku bisa sampai tahap ini."

Mariati dan Narto menatap mereka haru, kejadian puluhan tahun lalu terlintas lagi di ingatan keduanya, tepatnya dua hari paska kemarahan putranya setelah mengetahui demo terjadi di depan pabrik kemasan air minum. Kala itu seseorang yang menggendong ransel dan sempat dimarahi puteranya dua hari sebelumnya, datang mendorong sebuah gerobak dan memberinya beberapa lembar uang sebagai modal jualan.

Kala itu, Fairish kecil menangis dan mereka saling meminta maaf, puncaknya dengan semangat berkobar, Fairish mulai mengubah mimpinya.

"Kelak aku ingin seperti Bang Adit, jadi orang yang mulia dan membantu sesamanya," katanya kala itu.

"Selamat satu mimpimu sudah kau wujudkan." Ucap Adit sembari merengkuh pundak Fairish.

Ditunjuknya suatu hal: Lebih dari dua puluh orang melihatnya memakai toga hari ini dengan haru, beberapa diantaranya bahkan menitikkan air mata, dalam gandengan beberapa orang diantara mereka, empat bocah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar berlari ke pelukannya, jauh di dalam hati mereka sebuah niat telah dicatat: Bahwa kelak ingin menjadi seperti Fairish yang membantu orang lain supaya bisa melanjutkan sekolah.

#ODOPDay55

Comments

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar