Posts

Showing posts from 2019

Ulasan Cerita Anak: Berawal Dari Kebaikan

Cerita Anak karya Dhaffina Zaskhia Somantri , berjudul "Berawal Dari Kebaikan", bercerita tentang seorang anak bernama Sisil yang sedang berangkat ke sekolah dan bertemu dengan seorang nenek yang hendak menyeberang jalan dan sisil membantunya. Selain itu, setibanya di sekolah Sisilpun membantu teman-temannya yang sedang ribut mencari bola karet yang tersangkut di atap sekolah, namun setibanya di kelas, ia terlambat, sementara guru yang mengajar di kelasnya adalah guru yang terkenal galak di sekolah. Dalam cerita ini tokoh Sisil bersikap baik dengan menolong orang lain yang sedang butuh pertolongan, hal tersebut memberikan pembelajaran bagi pembaca, tentang kewajiban kita membantu sesama. Namun dalam cerita ini saya kurang setuju dengan penjelasan tentang ‘guru yang terkenal galak’, ditakutkan jika pembaca yang notabennya anak-anak, jadi mengkategorikan tentang guru yang baik dan guru yang galak, padahal siapapun guru, dengan apapun tindakannya di sekolah, pasti demi

Ulasan Cerpen Historial Fiction: Mei 98

Mengingat salah satu kalimat: Jas Merah atau Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah. Melalui tugas yang diberikan di kelas Fiksi pada minggu ke tiga ini, saya jadi mengingat hal tersebut, ada banyak tragedi yang terjadi bertahun-tahun yang lalu, salah satunya adalah tragedi yang terjadi di negeri ini pada tahun 1998, yang seharusnya diingat. Pada kesempatan kali ini saya akan mengulas satu Historial Fiction karya Areumdaum, yang berjudul: Mei 98. Cerita yang dimuat dalam buku antologi “Klasik” Tulisan yang bercerita tentang keadaan di era sembilan puluh delapan, dimulai dari kisah yang terjadi di istana nusantara pada bulan Januari 1998. Cerita diawali dari sebuah paragraf: “Bagaimana ini, krisis ekonomi semakin menjadi. Mahasiswa sudah mulai melakukan orasi. Aroma kudeta sudah mulai berembus di seluruh penjuru negeri.” Orang kepercayaan presiden mulai panik. Ia melaporkan berbagai kegiatan mencurigakan yang sudah beberapa bulan ini menjadi sasaran intaiannya. Dari paragr

Ulasan Cerpen: Kamar Mandi Mertua

Cerpen berjudul 'Kamar Mandi Mertua' yang bisa teman-teman baca di ngodop.com , adalah buah karya seseorang yang berdomisili di Malang, bernama Mabruroh Qosim. Sebelum menilik lebih jauh tentang unsur ekstrinsik dan intrinsik, ingin saya katakan bahwa cerpen ini membuat pembaca jatuh cinta, cerita yang susah di tebak, bikin penasaran, dan tentunya endingnya yang 'Wow'. Berbicara tentang unsur Instrinsik, maka hal yang dibahas pertama kali adalah tema. Cerpen yang berjudul kamar mandi mertua ini bertemakan pernikahan yang diselimuti perselingkuhan. Cerita di awali dari kejadian dimana seseorang bernama Maryani menangkap keganjalan yang terjadi di suatu malam, saat melihat Sari meletakkan sebuah benda di belakang rumah mertua Maryani. Menurut saya penulis berhasil menciptakan awal cerita yang menarik perhatian dan bikin penasaran, di awal sama sekali tidak tertebak bahwa endingnya ternyata Sari adalah selingkuhan dari Marbun, yang tak lain adalah suami dari Maryani.

Inspiring woman: Dymar Mahafa

Image
Dymar Mahafa, nama yang tidak asing lagi bagi kami peserta ODOP Batch 7, pasalnya beliau beberapa kali memberikan materi seputar Fiksi di kelas ODOP. Perempuan kelahiran kediri, dua puluh tujuh tahun yang lalu ini mencintai dunia kepenulisan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, di awali dengan menulis blog yang berisi seputar belajar bahasa Jepang. Beberapa bidang yang geluti diantaranya pernah menjadi tutor Bahasa Inggris, menjadi ilustrator di ngodop.com, membuat sketsa realis wajah dan ilustrasi untuk buku cerita anak, menggeluti dunia kepenulisan dan sekarang ini beliau mengabdi di SMP Negeri di daerah Kediri. Perempuan yang menginspirasi ini sedang memperjuangkan beberapa impian terpendam, yakni menjadi English lecturer , Ilustrator kondang dan atau writerpreneur . Penggemar musik klasik ini, tergabung dalam beberapa komunitas yang bergerak di bidang kepenulisan yaitu ODOP ( One Day One Post ) sejak tahun 2015, alasan beliau bergabung dengan komunitas tersebut

Tersembunyi di Balik Asumsi (5)

Image
Sumber: Google "Hei, kau ikut turun ke lapangan?" Seseorang menepuk pundak Fairish dari belakang. Ia menolak ajakan teman satu kelasnya itu dengan gelengan dan senyuman. Demo terjadi hari ini, sesuai dengan kesepakatan kemarin sore, tapi untuk demo yang kesekian ia memilih menolak. Saat kawannya berlalu, ia kemudian bergegas melangkah melewati ruangan demi ruangan, menuju ruangan paling ujung, beberapa temannya sudah menunggu, untuk memulai rapat. "Teman-teman demo terjadi hari ini, itu artinya waktu kita menuntaskan pekerjaan ini tidak boleh lebih dari dua minggu," ucap Fairish memulai rapat. "Kita kekurangan dana untuk gerobak, Bang." Seorang anggota rapat menyahut. "Dari terget, kurang berapa gerobak?" tanya Fairish. "Dua, Bang." "Untuk modal mereka, dananya bagaimana? Sudah sesuai target?" "Untuk yang itu, sudah, Bang." Seseorang yang duduk di pojokan menyahut. "Baik, untuk dana pembua

Tersembunyi di Balik Asumsi (4)

Image
Sumber: Google Tidak lagi terlihat Fairish yang ceria dan senantiasa menampakkan deretan giginya, sepanjang perjalanan ia terus merenung, memikirkan nasibnya di kemudian hari, jika pabrik itu benar-benar ditutup, maka makan sehari sekali belum tentu bisa, tidak lagi ada kesempatan menempuh pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi, mungkin itu adalah serentetan fase buruk yang akan dialaminya dikemudian hari, yang menyita pikirannya sekarang ini. Bocah itu mulai kesal sendiri, tangannya mengepal sedari tadi. Sekilas ide tentang: Belajar yang lebih giat, membuatnya sedikit memiliki harapan untuk mengubah apa yang akan terjadi, dengan giat belajar maka ia akan mudah sampai pada titik sukses, misalnya nanti lulus dari perguruan tinggi, ia akan membela orang-orang pabrik dan menolak terang-terangan asumsi ratusan orang itu, dengan begitu semua orang yang bernasib sama sepertinya, akan tetap makan setiap hari dan akan tetap melanjutkan sekolah. Selepas karung yang dibawa Narto

Tersembunyi di Balik Asumsi (3)

Image
  Sumber: Google "Selamat siang saudara-saudara, saya mengabarkan dari tempat produksi air minum kemasan di wilayah A. Di belakang saya, ratusan mahasiswa sedang memprotes perihal jumlah sampah yang menumpuk di pelosok negeri, sampah didominasi botol dan gelas plastik ..." Suara itu terdengar di seluruh pelosok negeri saat tombol televisi dinyalakan atau pada saat sebuah aplikasi di ponsel menayangkannya. Liburan sekolah kali ini, Fairish mendengar secara langsung suara reporter mengabarkan berita, atau melihat mereka yang tengah bergerombol di depan sebuah tempat yang selama ini disebutnya sebagai pabrik air minum kemasan. Bocah itu sering membayangkan tentang sebuah tempat yang menakjubkan, mesin yang bergerak sendiri, air yang tertuang tanpa bantuan tangan manusia. Baginya sebuah kebanggaan jika suatu saat bisa berada di dalam  pabrik, melihat benda gagah itu bekerja. Setidaknya seminggu sekali ia memantapkan kembali mimpinya untuk singgah di tempat luar bias

Tersembunyi di Balik Asumsi (2)

Image
Sumber: Google Bergegas melepas tas dan menaruh kertas yang ada dalam genggamannya di atas meja. Lupa melepas seragamnya, bocah itu bergegas menuju dapur, mengangkat tudung saji, terbelalak matanya melihat ikan goreng dua biji di atas piring, disebelah piring ada nasi yang uapnya masih mengepul. "Makan ikan hari ini, Mak?" ucap Fairis sumringah, mak di sampingnya mengangguk mantap. Nasi di ambil secukupnya dan diletakkan di atas piring, hampir saja tangan itu mengambil satu ikan, pikirannya mendadak terfikirkan tentang jumlah ikan, jika jumlahnya dua, sementara penghuni rumah tiga orang, itu artinya akan ada satu penghuni rumah yang tidak makan ikan. Melihat Fairish ragu mengambil ikan, mak bertanya, "Kenapa Fairish?" "Mak sudah makan?" tanya Fairish. "Sudah," jawab mak singkat, Fairish tahu jika kali ini mak berbohong, bahkan nasi yang masih mengepul itu belum terjamah tangan sama sekali, tapi mak mengaku sudah makan. "Fai

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Image
Sumber: Google Bocah lelaki berbaju putih kecokelatan berjalan gontai melewati jalan setapak. Baju itu adalah hadiah dari bapaknya yang pulang bekerja tempo hari, katanya diberi seseorang yang tidak dikenal. Kala itu wajahnya sumringah menerima bingkisan seragam sekolah, biarpun tidak baru, pakaian itu lebih dari cukup menyelamatkannya dari gigitan semut dan masuk angin, baju lamanya yang bolong sana-sini membuatnya sering bentol-bentol saat melewati pohon jambu di dekat sekolah dan sesekali membuatnya masuk angin saat musim hujan tiba. Dengan membawa lembaran hasil ujian, hatinya terus berdoa, semoga siang ini mak punya uang untuk memasak dan menanak nasi, karena ujian tadi membuatnya berpikir ekstra keras dan secara tidak langsung membuat cacing-cacing diperutnya meronta. "Assalamu'alaikum," Sampai di depan pintu bocah itu melepas sepatunya dan mengucapkan salam. Mak dari dalam menjawab salam dan tersenyum, jagoannya pulang menimba ilmu. Bagi Mariati sekolah

Pada Serentetan Keinginan

Image
Sumber: Google Dari sekian hari saat aku menyadari bahwa pembunuhan mengintaiku setiap waktu, sejak saat itu pula aku lebih berhati-hati menggerakkan ekorku, mataku lebih jeli lagi melihat keadaan, waspada jika tiba-tiba ada bayangan hitam besar di permukaan perairan, seperti kata kawanku, yang nyawanya hampir melayang, ia bahkan mempraktekkan bagaimana keadaan napasnya yang terengap-engap saat berada dalam tempat gersang yang membuat ekor dan siripnya susah digerakkan, yang ia tahu disekelilingnya banyak sosok-sosok berbadan tegap, kutahu jika sosok-sosok itu disebut: Manusia. Semasa kecil saat berkumpul bersama di sekitar terumbu karang, ibu pernah bilang, bahwa nasib kita bergantung pada sosok-sosok di atas sana, di daratan, mereka adalah manusia yang setiap hari datang ke laut untuk mencari kami dan dengan benda yang mereka bawa, akan menyeret kami ke atas sana untuk dijadikan santapan. Saat aku mendengar cerita Tuna, saat itu juga aku mengingat apa yang pernah ibu sampai

Altha: Namanya Hitam

Image
   Sumber: Google Sebuah buku tergeletak tepat di sebelahku, saat aku mulai duduk dan kembali mengatur nafasku yang tak karuan, jarak antara tempat kos dan stasiun lumayan jauh, ditambah tempat dudukku yang sedikit bersembunyi di antara kerumunan, lelaki itu tidak akan mungkin menemuiku, untuk urusan mama biar kupikir nanti, harus kunormalkan kerja otak dan hatiku terlebih dahulu, setelah keadaan mencekam beberapa menit yang lalu, sebuah kejadian yang tidak akan kulupakan seumur hidupku, semua detail kejadian membekas di ingatanku. Memegang buku itu, aku coba mengamati sekitar mungkin diantara mereka ada yang merasa bukunya terjatuh atau tidak sengaja tertinggal, namun semua orang di sekelilingku sibuk dengan dirinya sendiri, sebagian mengobrol, sebagian yang lain menyandarkan tubuhnya pada kursi tunggu, wajah-wajah lelah terlihat di sana, mungkin pekerjaan seharian tidak memberinya kesempatan untuk beristirahat.   Dengan lancang aku memegang buku itu, membac

Altha: Melarikan Diri

Image
Sumber gambar: Google Motor berhenti di depan salah satu kamar kos, lelaki itu turun dan menatapku cukup lama, korneanya menelusuri tubuhku dari ujung kepala sampai kaki. "Aneh." Desisnya pelan, mengalihkan pandangan, merogoh kantong mencari sesuatu, wajahnya nampak terlihat lega setelah menggenggamnya: kunci. Digenggamnya kunci itu, dan melangkah menuju pintu. Jantungku mulai berdetak tidak normal, keringat mulai membasahi wajah dan telapak tangan, dalam hitungan menit aku akan benar-benar hancur dan hina. Masih ada hitungan menit sebelum benar-benar terjadi, aku bisa lari ke sudut manapun, keadaan juga mendukung, sekitaran kosan tidak ada satu orangpun, hanya kami berdua. Tapi, bapak terkapar tak berdaya dan membutuhkan aku. Ia tersenyum sesaat ke arahku dan memberi kode berupa anggukan kepala, memintaku untuk masuk ruangan. Seluruh tubuh yang bergetar kupaksa masuk, diatas segala cemas yang berkecamuk, terlintas satu hal yang sedikit membuatku tenang, walau