Altha: Melarikan Diri


Sumber gambar: Google

Motor berhenti di depan salah satu kamar kos, lelaki itu turun dan menatapku cukup lama, korneanya menelusuri tubuhku dari ujung kepala sampai kaki.

"Aneh." Desisnya pelan, mengalihkan pandangan, merogoh kantong mencari sesuatu, wajahnya nampak terlihat lega setelah menggenggamnya: kunci.

Digenggamnya kunci itu, dan melangkah menuju pintu. Jantungku mulai berdetak tidak normal, keringat mulai membasahi wajah dan telapak tangan, dalam hitungan menit aku akan benar-benar hancur dan hina. Masih ada hitungan menit sebelum benar-benar terjadi, aku bisa lari ke sudut manapun, keadaan juga mendukung, sekitaran kosan tidak ada satu orangpun, hanya kami berdua.

Tapi, bapak terkapar tak berdaya dan membutuhkan aku. Ia tersenyum sesaat ke arahku dan memberi kode berupa anggukan kepala, memintaku untuk masuk ruangan.

Seluruh tubuh yang bergetar kupaksa masuk, diatas segala cemas yang berkecamuk, terlintas satu hal yang sedikit membuatku tenang, walau hati masih tidak karuan. Pikiranku tiba-tiba terlintas satu hal,

"Oke lakukan dulu biar bapak sembuh, berada dalam keadaan yang seperti ini adalah pilihan yang sangat berat. Mohon ampun Tuhan. Tuhan maha pengampun." Batinku coba menenangkan diri.

Ruangan berisi satu ranjang di sebelah kiri pintu masuk, di sebelahnya lemari menghadap utara, satu kipas angin dinding menggantung di sebelah lemari mengahadap ranjang. Lelaki itu melepas bajunya dan menyalakan kipas, aku duduk terdiam mentafakuri lantai, tidak ingin melihat bagaimana ekspresi wajahnya sekarang.

Saat ia mulai duduk di sebelahku dan tangannya hampir saja menyentuh pundakku, aku menjerit,

"Lho kenapa?" katanya.

"Kamu kan sudah tak bayar untuk kusentuh malam ini," lanjutnya, aku menggeser dudukku sedikit menjauh dari lelaki itu.

Sekali lagi ia berusaha mendaratkan tangannya pada lenganku dan membuka secara paksa kerudung yang menutupi kepalaku, aku kaget dan tak terasa air mata mengalir, setelah kerudungku tanggal, matanya menelusuri wajah dan leherku,

"Ternyata kamu cantik juga," katanya, dalam hitungan detik berikutnya tangannya mulai merangkulku, aku berusaha menolak dengan sekuat tenaga melepaskan rangkulan itu.

"Tolong, hentikan!" ucapku membuat lelaki itu melepaskan rangkulannya dan menatapku tajam.

"Maksudmu apa?"

Tanpa menjawab pertanyaan itu, dalam hitungan detik bergegas menuju pintu, menggeser kunci dengan gusar dan melesat pergi meninggalkan lelaki itu seorang diri. Sungguh aku tidak bisa melakukannya, aku terus berlari tanpa tau kemana tujuanku, sementara tidak tahu daerah mana yang sedang kupijaki, dan terus berlalu tanpa perduli sumpah serapah lelaki itu yang masih terdengar dalam jarak puluhan meter.

"Maafkan aku, Pak," ucapku dengan masih terisak.

#ODOPDay48

Comments

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar