Sebelum Terlanjur Jauh

Selamat terjebak dalam kotakku, sebuah tempat yang rentan sakit hati dan bosan, kau akan lebih banyak mendengarkanku bercerita tentang rinduku pada Ibu, atau pada kenangan-kenangan terdahulu, yang bahkan sampai perjumpaan kita, aku masih meletakkan kenangan itu sebagai satu-satunya hal yang menyita pikiranku.

Mungkin suatu ketika kau akan bosan, karena itu-itu lagi yang menjadi bahasan dalam setiap kali chat atau perjumpaan. Kaupun akan bingung mengatakan kalimat apa lagi selain 'sabar dan terus doakan Ibu', padahal aku tidak ingin memintamu berpikir lebih soal ini, bahkan ratusan kali kau ucapkan kalimat yang sama tidak jadi masalah buatku, lebih penting dari itu adalah kesediaanmu mendengarkan apa-apa yang kucurahkan.

Aku tidak ingin egois dengan semua ini, maka sebelum semuanya terjadi, akan kuberikan pilihan, mau tetap melanjutkan apa yang sudah jadi pilihanmu dengan resiko itu, atau berhenti sebelum suatu saat kau menjadi asing dan mendadak suka marah-marah karena hal itu.

Satu lagi, tentang perbedaan yang ada, ibarat warna, aku hitam dan kau putih. Dengan bangganya kau ceritakan perkara indahnya tempat-tempat yang kau kunjungi, gunung-gunung yang kau daki, atau indahnya pemandangan bawah laut. Sementara itu, waktuku lebih banyak kuhabiskan di rumah dan tempat kerja. Yah, bahkan jika harus menemanimu menikmati tempat-tempat itu, aku susah mengatur waktu.

Katamu, dengan melangkahkan kaki lebih jauh dari rumah, kita akan menemukan siapa diri kita sebenarnya, istilahnya mencari jati diri, lebih bisa mengontrol ego, lebih bisa menjauhkan diri dari sombong. Tapi menurutku lain, tidak harus pergi jauh demi menaklukan ego dan menjauhkan diri dari sombong, bukankah dengan kita menengok seorang anak yatim di samping rumah atau melihat susah payahnya orang disekitar kita demi mencari sesuap nasi, kita juga bisa belajar dari itu semua, dan satu lagi, bagiku, jati diri bukan dicari, tapi dibentuk.

Tapi tidak ada yang keliru dengan yang kau lakukan, semua punya caranya sendiri, tidak ada yang lebih baik dan lebih buruk. Ini bukan tentang penilaian manusia 'kan? Yang mampu melihat keikhlasan kita hanya Tuhan. Melangkahlah dan jalankan apapun sesukamu, kuncinya satu, jangan mau seragam dengan kebanyakan orang. Lakukan, apa yang hatimu mengiyakan.

Semakin jauh saja pembahasan kita, sekarang kutanya lagi tentang topik utama, masihkah kau bertahan dengan pilihanmu? Atau mundur sebelum penyesan terjadi. Karena perjuangan yang lebih berat kedepannya bukan lagi menghadapi cemburu, tapi saling mengalahkan ego, meminimalisir marah-marah, dan lebih banyak diskusi tentang apa-apa yang akan kita hadapi. Jika semua terasa berat, mundur mulai sekarang adalah hal yang tepat. Semua pilihan di tanganmu.

#ODOPDay34

Comments

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar