Keinginan atau Kebutuhan

Setelah melipat sajadah, aku membaur bersama Bapak, Ibu dan Mbak Denis di ruang tamu. Bapak yang sedang sarapan melihatku yang datang dengan wajah bersungut-sungut.

"Sabar, Tio." Kalimat Ibu terdengar, membuat Bapak tersenyum, meletakkan piringnya ke meja dan mendekat ke arahku.

"Nak, ini bukan tentang Mbak Denis jadi juara kelas, tapi ini karena Mbak Denis butuh handphone untuk informasi di sekolah," jelas Bapak.

Aku masih diam dengan mata yang terus menatap televisi yang sedang menyiarkan berita, entah berita apa, pikiranku sedang tidak fokus pada tayangan itu tapi pada Mbak Denis yang senyum-senyum di sebelahku memegang handphone baru.

"Tio, lihat Bapak!" suara yang lembut itu membuatku luluh. Aku menoleh ke arah Bapak, menatap senyumnya lekat-lekat.

"Tio pengen handphone buat main game 'kan? Kalau main game terus nanti lupa belajar. Katanya nggak mau dapat nilai tujuh lagi?" jelas Bapak sembari tersenyum ke arahku.

"Ibu dulu pernah bilang ke Tio begini, kita harus paham, Nak. Mana yang hanya kita butuhkan dan mana yang kita inginkan. Masih ingat?" Ibu yang sedang bersih-bersih ikut nimbrung di sebelahku.

Dari sini, aku mencerna lagi, tentang 'pilih kasih' bukankah Bapak juga adil saat membelikan semangkuk bakso untuk mbak Denis, juga membelikan semangkuk bakso untukku? Bukankah kami juga sama-sama dibelikan tas baru seminggu yang lalu. Sekarang aku paham, handphone bagi mbak Denis adalah kebutuhan, sementara bagiku adalah keinginan.

Kata Ibu, ibaratnya perut yang masih kenyang, tapi masih ingin makan karena tergoda lauk yang menggiurkan, kalau dipaksa makan lagi, perut sakit. Keinginanku membeli handphone persis seperti itu, misalnya aku punya handphone, bakal lupa belajar, atau terlambat datang ke sekolah karena tidur yang terlalu larut, ketagihan bermain handphone semalaman.

"Nanti kalau mau main game, pinjem handphoneku aja, Dek. Tapi jangan lama-lama, nanti lupa belajar," Mbak Denis menyahut, aku yang malu kemudian merangkul Ibu.

#ODOPDay31

Comments

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar