Tak Merdeka

Tumbuh dewasa dan mengurung diri lama-lama di kamar karena hati yang baru saja dipatahkan adalah sebuah ketidak merdekaan. Padahal kau bisa keluar kamar dan menganggap ini sebuah jalan baru yang tidak mengekangmu.

Ponselku mendadak berdering beberapa kali, padahal sebelumnya panggilan darimu tidak pernah mendarat. Kau sampaikan kabar duka, katamu bahagia baru saja mati terbawa langkah kakinya yang menjauh pergi.

Kali ini kau masih dianggap penyebab hancurnya hubungan, padahal kau hanya ingin mempertahankan hubungan yang hampir saja sampai pelamilan. Sayangnya, nyaman yang terlanjur beralih akan menyita tenaga dan sabarmu. Maka membiarkan ia pergi, harusnya membuatmu paham, bahwa Tuhan tidak rela kau bersama dia yang gampang luluh dengan rayuan orang lain.

Genggam tanganku, mari kita bernostalgia dengan masa kecil kita dulu, tentang: belajar sepeda, jatuh dan terluka adalah sebuah hal biasa demi bisa lancar bersepeda, sebebas itu berimajinasi tentang boneka barbie, atau kita main petak umpet, dan tertawa terbahak-bahak saat menjumpaimu yang bersembunyi di kolong meja. Hidup kita lepas dan bebas kala itu.

Seiring berjalan waktu, kita tumbuh dewasa dengan banyak ketakutan, misalnya takut bertanya, takut menyuarakan apa yang ingin kita suarakan, lebih parah lagi takut maju ke depan, sebab bayang-bayang masa lalu akan menghantui, dan sekarang kau justru takut keluar kamar. Berada dalam ruangan itu hanya akan menyita pikiranmu dengan mengingatnya lagi, bebaskan. Cara terbaik lupa, bukan dengan usaha melupa, tapi dengan menyibukkan diri, lakukan apapun yang ingin kamu lakukan, buktikan padanya, tanpa ia disampingmu, kamu justru menjadi manusia yang lebih baik dengan sejuta karya.
Tenang saja, aku di sebelahmu. 

#ODOPDay33

Comments

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar