Resiko Tertular

Kau masih ingat tentang ungkapan kita waktu itu, dijalan x, tepatnya di depan gedung DPRD yang sekarang menjadi tempatmu mengais rupiah. 'Jangan mau hak kita dirampas, merdeka' begitu kira-kira ucapanmu hampir bersamaan denganku.

Seminggu setelah itu, sebelum kau memutuskan sebuah pilihan untuk bergabung dengan mereka, bukankah kita sempat terlibat perdebatan, kau dengan upayamu meyakinkanku jika tidak akan melakukan hal yang melenceng, katamu kau ada disana demi menyuarakan hak-hak kami yang selama ini tidak pernah diperdulikan.

Sementara aku berusaha untuk menahanmu, karena bagiku jika sudah terjun ke dalamnya, akan ada resiko 'ketularan', lebih baik tetap ada disini, berjalan bersamaku menyuarakan apa-apa yang menjadi hak rakyat.

Tapi katamu: Kau percaya padaku lah, aku tidak akan melenceng. Meski dengan hati berat kusetujui apa yang ingin kau lakukan.

Seminggu dua minggu duduk bersama para anggota dewan, kau memang membuktikan ucapanmu, kau masih sering datang ke rumahku atau kumpul bersama kawan membahas hal terkait problematika yang dihadapi rakyat kecil.

Namun sayang, yang sementara itu tidak bertahan lama, akhir-akhir ini problematika yang semakin menjadi, berirama pula dengan ponselmu yang susah dihubungi, kau mendadak hilang bak ditelan bumi, batang hidungmu tidak lagi terlihat. Entah kau bersembunyi dimana? Mungkin bersembunyi dibalik keyakinanmu yang sempat kau ucapkan padaku kala itu. Pada masanya manusia memang punya pemikiran yang berubah-ubah dan ternyata resiko 'tertular' dapat terwujud.

Sungguh, dengan cara apa aku harus mengatakan ini padamu, ini bahkan tidak sesederhana kata kecewa. Kau mengingkari janji bukan hanya kepadaku tapi pada mereka, yang menunggumu menjadi satu-satunya orang yang mewakili jerit tangis tak didengarkan.


19 September 2019

#ODOPday10

Comments

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar