Topeng

"Pada jarak yang akan tercipta kali ini, aku tidak menyebutnya sebagai perpisahan, kau hanya minta pamit lebih dulu untuk memohonkan tentang 'kita' pada Tuhan." Batin Arini, air mata masih menggenangi kelopak matanya.

"Raga siapa lagi yang bisa kupeluk seperti sebelumnya, suara siapa lagi yang bisa meredam amarahku," desisnya pelan.

Suara-suara yang keluar dari mulut Arini, menyisakan duka mendalam bagi siapapun yang mendengarnya, banyak pelukan mendarat kearahnya, salah satunya Bapak Ibu Dimas dan Angga, adik kandung Dimas.

Namun ia masih mematung, menatap kosong sebuah handuk yang tergeletak diatas kursi, handuk yang setiap hari digunakan Dimas setelah mandi, sesekali bola matanya bergerak ke arah ruang tengah, memandangi kursi yang sering mereka duduki, yang sering mereka pakai untuk merebahkan badan yang lelah seharian bekerja.

Mendadak hatinya hangat, membayangkan pelukan ternyaman, kecupan mesra, dan tangisnya semakin menjadi.

"Tuhan, salahku apa? Hingga tak kau ijinkan aku untuk bersama lebih lama lagi dengan Dimas, kau renggut bahagiaku secepat ini." Ia histeris, memukul kepalanya sendiri dan mencoba menghindar dari banyak pelukan.

"Tidak boleh bicara begitu. Ini ujian dari Tuhan, kamu yang sabar," ucap Ibunya menenangkan.

"Dan kau tidak usah peluk-peluk, jangan bersembunyi dibalik topeng." Bentaknya sembari menunjuk Angga yang mematung disebelahnya.

Angga diam, mencoba tenang, tapi itu tidak terlihat oleh Arini, ia hanya tau jika Angga mulai panik, sebisa mungkin menyembunyikan ketakutan, tapi keringat yang mulai membasahi wajahnya membuat beberapa orang yang ada di ruangan itu saling berbisik.

"Satu-satunya orang yang harus tanggung jawab atas ini semua hanya kau. Jangan sok polos," Arini kembali menyerang.

"Maksudmu apa?" Angga menanyakan penjelasan.

"Aku enggak bego, Ngga. Cinta atau obsesi yang ada dalam diri lo, ngebuat lo tega menghabisi nyawa Abang lo sendiri." Arini mengatakan kebenarannya, meskipun Angga tetap mengelak, banyak mata mulai menatapnya dan bertanya-tanya pada apa yang diungkapkan Arini.

Detik demi detik yang menegangkan, Bapak Dimas yang mulai terus menginterogasi, membuat Angga terdesak.

"Ini diluar kendaliku Pak, Bu. Iya aku cinta Arini, tapi dengan aku cinta dia bukan berarti aku harus merebutnya dari Abangku sendiri. Semua terkesan egois dan menyudutkanku disini dan kau Arini seenakmu menuduhku, kau tidak pernah tau bahwa dibalik bisikan Ayahmu yang menuduhku, ada topeng yang dipakainya," Angga mengatakannya dengan tegas dan setelah itu memilih meninggalkan ruangan.

"Maksudmu?" teriak Arini.

Didetik yang sama, Ayah Arini yang sebelumnya duduk di belakangnya, memilih undur diri.

Lamongan, 20 September 2019
#ODOPDay11
#Fiksi

Comments

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar