Tentang Euforia

Bapak masih menghisap rokoknya, bergantian dengan meneguk kopi, wajahnya yang tenang berbanding terbalik dengan Ibu, yang apa-apa serba dikhawatirkan. Wajar, orang tua akan khawatir dengan keadaan anaknya.

"Kamu bawa jajan apa? Jangan sampai kelaparan," kata Ibu.

"Kayak mau kemana aja, Bu. Di dekat sana juga ada jual makanan."

Sembari menyeruput kopi, sesaat bapak melirik pada ransel yang kupenuhi dengan beberapa snack yang kemaren kubeli di mini market dekat rumah.

"Kau bawa itu semua ke gunung?" Tanya bapak sembari melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar, membawa sisa putung rokok dan kujawab dengan anggukan.

Bapak selalu begitu, selepas menghabiskan rokoknya, beliau kumpulkan putung rokok yang tersisa, sampai dua kaleng bekas biskuit, tidak tau akan dikemanakan, tapi setiap dua kaleng penuh, isinya akan menghilang.

"Ke gunung mau ngapain?" Tanya Bapak, keluar kembali ke ruang tamu membawa bekas kaleng biskuit berisi putung rokok.

"Ngibarin bendera merah putih, Pak. Besok kan tujuh belas agustus."

"Semua bakal teriak merdeka besok, katanya menghargai jasa para pahlawan. Dilakuin dengan sebaik-baiknya, sampai dibela-belain naik gunung. Tapi, kau kemanakan yang kau bawa itu?"

"Dimakan besok, Pak. Apa hubungannya memperingati kemerdekaan dan jajanaan yang kubawa? Bapak suka gitu, nih."

"Kau tidak malu, mengibarkan bendera di sana, tapi buang sampah juga di sana. Jangan sampai bikin pahlawanmu menangis dan bumimu murka." Bapak menamparku dengan kalimatnya, beliau kemudian beranjak membawa dua kaleng biskuit berisi putung rokok dan membawanya ke gudang, aku membuntut, kerajinan tangan berbahan putung rokok menyambutku di depan pintu gudang.

Lamongan, 13 September 2019
#ODOPDay5

Comments

  1. Diksi percakapannya kuat, Kk. Keren. Aku sih masih lemah di bagian ini (selain yg lain jg). Jd nya terbantu banged bc tulisannya. Thanks

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar