Yang Terasingkan: Tentang Seorang Gadis

Tepat di depan sebuah rumah yang kemarin dimasuki dua wanita yang kubuntuti dari penjara, aku menunjuk.

“Kau tau ini rumah siapa?” tanyaku.

“Pak Doni, sama Ibu Laras. Kau tau, ada banyak tanda tanya di rumah itu,” jawabnya.

“Tanda tanya?”

“Kadang sering kudengar anaknya berteriak tengah malam. Tidak tahu apa sebabnya. warga sini pernah bilang jika gadis itu rada tidak waras, beberapa kali hampir menewaskan orang, Bapaknya hampir jadi korban.”

“Disitu, di kamar atas, gadis itu sering terlihat murung. Aku mengamatinya dari kamarku.” Lanjutnya sembari menunjuk kamar yang dimaksud.

Benar saja rumahnya berhadapan dengan rumah gadis itu, ia juga bercerita jika tidak pernah menyaksikan gadis itu tersenyum, bahkan justru ikut-ikutan parno mendekati gadis itu, rumor yang beredar mengatakan jika gadis itu beberapa kali menyerang laki-laki, diceritakan pula jika dalam satu minggu ini dua kali ia berurusan dengan aparat kepolisian, berhubung tidak ada korban dan Polisi menyadari jika ia menderita gangguan kejiwaan, akhirnya ia dibebaskan.

“Tapi kadang aku juga ndak percaya, Yan. Soalnya aku pernah berjumpa dua kali, bulan lalu. Dia keluar rumah dan aku menyalakan motor hendak berangkat ke kampus, di jalan kutawari ia untuk kubonceng, tanpa menolak ia justru berlari menjauhiku. Tidak ada kekerasan waktu itu,” lanjutnya.

Ia memarkir motornya di halaman rumah yang kemudian kuikuti, aku yang turun dari motorku sembari melepaskan helm, pandanganku terus tertuju pada rumah itu. Rumah yang mewah, sebelas dua belas dengan rumah Ilham.

Di depan rumahnya ada taman yang terlihat dirawat setiap hari, ada kolam kecil di sana, tidak tahu apa isinya, warna klasik kombinasi cokelat muda dan tua menghiasi pintu dan jendela. Mataku tertuju pada jendela yang dimaksud Ilham tadi, tempat dimana gadis itu merenung, ada harap melihatnya di sana kali ini, tapi tidak mungkin, kelambu yang menghiasi jendelanya ditutup, mungkin ia sedang tidak ada di dalamnya.

“Hey, ayok masuk,” suara Ilham mengagetkan.

Rumah Ilham tengah sepi, hanya ada si mbak, yang bantu masak dan bersih-bersih, sementara Ayah dan Ibunya sedang pergi keluar kota. Aku membuntutinya yang naik ke tangga, ia mengatakan pada si mbak untuk mengantarkan makanan dan minuman ke kamar, sedang aku yang terus berjalan di belakangnya hanya memfokuskan pikiran pada gadis itu. Ia sedang apa sekarang? Bersikap yang membahayakan lagi atau tidak?

Setelah memasuki kamar, yang berhadapan juga dengan kamar gadis itu, mataku tidak lepas memandang ke sana, memastikan apa benar gadis itu ada didalamnya.

“Kau kenapa?”

“Namanya siapa sih anaknya pak Doni?”

“Ramsha.” Jawabnya singkat sembari menyodorkan stik PS.

“Malam ini kau nginep disini, ya? Kita keluar bareng entar.”

“Ramsha, dia gadis yang diasingkan oleh orang-orang yang ada disekitarnya?” Desisku dengan tangan yang mulai memainkan stik.

“Ya begitu, mungkin orang-orang pada takut, Yan.”

“Kau tau ndak apa penyebabnya, dia bisa bersikap seperti itu?”

“Aku dengar ini dari mama, sifatnya rahasia. Dia itu korban pelecehan seksual dan pemerkosaan pas masih kecil.”

Aku terkejut mendengarnya, kuhentikan tanganku memainkan stik, ingin memastikan apa yang baru saja kudengar, antara percaya atau tidak.

“Mamamu tau dari mana?”

“Dari bekas pembantu di rumah itu.”

Hilang moodku melanjutkan permainan dan duduk di atas ranjang Ilham, jendela kamar Ilham yang terbuka membuatku melihat jelas jendela kamar seberang yang tertutup, aku mengambil secarik kertas, menuliskan kalimat kesimpulan, atas apa yang baru saja kudengar.

#ODOPDay16

Comments

  1. Wah, menarik. Sungguh tak terduga penyebab si gadis bersikap seperti itu.

    ReplyDelete
  2. Pernah baca cerita dg latar anak korban 'raping'. Biasanya emang perlu terapi untuk penyembuhan kondisi mentalnya. Ramsha ini bisa sembuh dg perhatian n cinta kluarganya. Anyway, ceritanya keren.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tersembunyi di Balik Asumsi (1)

Perjumpaan Dengan Beringin

Altha: Diluar Nalar